Tuesday, March 08, 2011

Ketika Rumput Berwarna Biru

Ini adalah tulisan untuk RLWC sabtu kemaren, yang bertema [kurang lebih] Envy & Absurd. Dengan penjelasan "bagaimana kalo suatu kali rumput iri dengan langit yang berwarna biru dan sebaliknya, lalu mereka bertukar warna." Gara2 penjelasan ini, maka gw memilih judul di atas, yang sama sekali ga ada di dalam cerita gw. Yah, ga usah bingung ama judul lah. Nikmati aja tulisan gw ya. Oya, semua komen akan ditampung dengan lapang dada, kecuali komen yang ngajak perang. *apa siiiy?*

"Serumpun rumput kecil sedang kepanasan dan mulai merasa bahwa ujung-ujung bilahnya mulai mengerut. 'Kejam sekali sih matahari hari ini. Kalau begini terus, besok tubuhku pasti sudah jadi coklat semua,' keluh rumput kecil. 'Oh, coba aku bisa seperti matahari, bisa bersinar kuat dan membuat rumput-rumput kekeringan.' Tiba-tiba BUM! rumput kecil berubah menjadi matahari. Dengan bersemangat dia memancarkan sinarnya kuat-kuat. Rumput kecil yang kini jadi matahari merasa sangat senang. Di kala sedang asik mengamati rumput-rumput yang kepanasan, dia tidak menyadari bahwa awan-awan kecil berkumpul di bawahnya. Awan-awan itu menyatu dan menjadi awan yang gelap dan tebal. Saking tebalnya sinar matahari jadi tidak bisa lagi menembus. Sang rumput kecil yang kini menjadi matahari merasa bahwa kekuatannya kalah dengan awan. Dia iri dengan awan dan ingin menjadi awan saja. BUM! Keinginannya terkabul lagi. Rumput kecil kini menjadi awan dan dengan bersemangat dia membuat dirinya makin tebal untuk menghalangi sinar matahari. Karena semakin tebal, awan akhirnya berubah menjadi hujan. Badannya makin lama makin menyusut hingga menjadi awan putih yang kecil. Rumput kecil yang kini menjadi awan merasa kecewa sekali. Tidak hanya dia tidak berhasil menghalangi sinar matahari, dia juga bisa diterbangkan dengan seenaknya oleh angin."

"Dan BUM! rumput kecil yang jadi awan sekarang berubah menjadi angin ya?" sela Husni. "Lu ngapain cerita ini sih? Bikin nggak enak ati aja."

"Habis dari tadi kita diem-dieman sih. Udah capek-capek gue nyariin lu dari satu channel ke channel yang lain, begitu ketemu malah diem-dieman. Kan gw cuma mau ngidupin suasana aja." kilah Budi.

"Ngidupin suasana sih ga gitu caranya. Cerita lu itu bukannya bikin suasana jadi hidup malah bikin pusing, tau ga." sembur Husni dengan galak.

"Kenapa?"

"Pake tanya kenapa lagi! Si rumput kecil itu sih enak, begitu pengen jadi ini, BUM! dia berubah. Pengen jadi itu, BUM! dia berubah lagi. Lha kita?"

Budi menatap mata Husni. Dia mengamati seluruh tubuh Husni dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pandangannya terus beralih ke tubuhnya sendiri. Dia mengangkat tangannya sampai ke depan muka. Dia menggerak-gerakkan jari-jarinya yang tertutup sarung tangan spandex*. Hampir seluruh tubuhnya kini tertutup spandex. Budi menghembuskan napas, dia mengerti maksud Husni.

Entah apa yang terjadi minggu lalu itu, baik Budi maupun Husni tidak mengerti. Saat sedang memencet-mencet remote control TV dengan asal, Budi dan Husni tersedot masuk ke dalam TV. Hal itu terjadi ketika mereka sedang meributkan tokoh pahlawan idaman mereka. Budi yang otaku membela Ultraman, sedangkan Husni membela Spiderman.

Husni mengerti maksud helaan napas Budi. Dia ikut-ikutan menghela napas dan mengatur lagi suasana hatinya.

"Trus, gimana tadi lanjutan cerita si rumput kecil?" tanya Husni.

"Nggak ah. Lupain aja. Bener kata lu tadi, bikin ga enak ati." jawab Budi.

Dalam balutan spandex masing-masing mereka duduk di pinggir atap dan memandang matahari terbenam.


No comments: