Wednesday, March 30, 2011

Temen Kurang Ajar

Suka nonton iklan gag? Ada yang pernah nonton iklan pemutih wajah dan body lotion yang mengandung pemutih gag?

Baru2 ini ada dua iklan baru yang menurut gw "nggak banget". Yang satu iklan pemutih wajah, satu lagi iklan body lotion yang ada pemutih kulitnya juga.

Di iklan pemutih wajah, ada 2 cewek, yang tampaknya temenan. Yang satu mukanya putih, yang satu lagi kurang putih. Mereka jalan di lorong sekolah. Trus, pas belok, mereka nyaris papasan ama cowok ganteng yang lagi buka loker. Si cewek yang mukanya kurang putih keknya ngeceng berat ama cowok itu. Menyebabkan dia tampak dag dig dug plas begitu. Pas lagi dag dig dug plas, tiba2 temennya, si cewek bermuka putih, ngomong gini, "Tunggu deh. Kulit KUSAM-mu belum siap ketemu dia."

WHAAAAT??? Kulit apa gue? Sopan bener yak ngomongnya. Sungguh minta ditampol.

Di iklan body lotion, diliatin ada 3 cewek yang tampaknya juga temenan. Mereka lagi mindah2in barang2 yang ada di kamar. Mulai dari lemari, lukisan, cermin, pokoknya macem2 barang yang nempel atau mepet dinding. Begitu barang2 itu diambil, keliatan tuh dindingnya yang warnanya ga sama, kotak2 gitu, bekas lukisan, bekas lemari, bekas cermin. Lalu salah satu cewek yang lagi mindahin cermin ngomong gini, "Hihi... dindingnya belang-belang, kayak kulit KAMU."

WHAAAAAT???? @#^%#@%&@@%#^@&!!!!!

Dua iklan tadi keliatannya bukan iklan buatan Indonesia, tapi dialih suara jadi bahasa Indonesia. Yang bikin penasaran, emang aslinya obrolan antar temen yang di 2 iklan itu emang sekurang ajar itu ya? Sumpah deh, kalo ada temen yang ngomong kayak di iklan2 itu ke gw, pasti langsung gw jitak. Cantik2 kok ngomongnya asal. Kalo emang dialog aslinya kayak gitu, bisa kan waktu nerjemahin kata2nya diganti jadi lebih sopan?

Thursday, March 10, 2011

Buku #8 2011: Detektif Feng Shui 3: Misi Khusus

Buku ini adalah buku yang gw beli sekitar tahun 2007. Atau 2006 ya? Lupa. Dari serial Detektif Feng Shui inilah gw mengenal Nuri Vittachi dan nge-fans sama dianya. Kabarnya, Mr. Vittachi ini selalu dateng ke acara Ubud Writers and Readers Festival. Sayangnya, gw selalu ga dateng ke acara itu. Jadi, ya sudahlah....

Mirip dengan buku pertama serial ini, isi cerita di dalamnya terpisah-pisah. Setiap bab berisi tentang petualangan yang berbeda. (Buku yang kedua ceritanya nyambung terus sepanjang buku). Karena itu, kita bisa aja baca dengan ngacak. Tapi, gw ini orangnya ga terlalu suka ngacak2 apa-apa yang udah disusun rapi. Jadi, walaupun buku ini udah pernah dibaca dan sekarang dibaca ulang, tetep aja gw bacanya ngurut -dari depan ke belakang-.

Oya, dan mirip dengan buku pertama, di awal setiap cerita selalu ada cerita kecil yang ditulis dengan huruf miring dan diberi judul Mutiara Kebijakan Timur dan dikarang oleh C.F. Wong, sang tokoh utama di buku ini. Myra, temen yang pernah ikut Ubud Writers and Readers Festival dan ketemu langsung ama Nury Vittachi, kemaren cerita bahwa ada seorang pembaca yang bertanya ke Mr. Vittachi siapakah penulis Mutiara Kebijakan Timur ini, apakah cerita2 itu disalin dari buku apa gitu. Dan dijawab ama Mr. Vittachi: "Yang nulis Mutiara Kebijakan Timur itu ya saya sendiri." Sepintas terdengar seperti pertanyaan bodoh ya, tapi gw juga paham kok kenapa pembaca yang gw ga kenal itu nanya begitu.

Nah, nah, lalu ini ada salah satu cerita dari Mutiara Kebijakan Timur yang ada di cerita ke enam yang judulnya Sedikit Masalah Komputer.

Pada zaman Dinasti Tang (618 - 907), ada banyak rahasia di kerajaan.

Orang-orang saling berkomplot. Orang-orang saling membicarakan satu sama lain di belakang. Orang-orang sangat berhati-hati dengan apa yang mereka ucapkan. Orang-orang sangat berhati-hati dengan apa yang mereka lakukan.

Semuanya kecuali satu orang. Pejabat Guo Zyi mengambil palu dan paku. Dia memaku pintunya hingga terbuka lebar. Anggota keluarganya tak ada satupun yang bisa menutupnya. Semua orang yang lewat bisa melihat apa yang ada di dalam.

Saat orang-orang berjalan melewatinya, mereka akan melongok ke dalam.

Guo Zyi sangat menyayangi putrinya. Putrinya sangat suka main perintah. Guo Zyi bersikap seperti pelayan padanya. Orang-orang melihat ia menyisir rambut putrinya. Orang-orang melihat ia memasak untuk putrinya. Orang-orang melihat putrinya sering memarahinya. Semua orang tertawa melihat keduanya.

Dua anak lelakinya berkata:

--Ayah, tolong tutup pintunya. Karena semua orang bisa melihat kita.

Tetapi Guo Zyi menjawab:

--Aku takkan menutup pintu. Karena semua orang bisa melihat kita.

lalu tibalah suatu masa ketika banyak fitnah dan kebohongan yang ditujukan untuk menjatuhkan para pejabat kota. Banyak pejabat kehilangan kedudukan. Banyak orang yang saling menuduh.

Tetapi sepanjang masa kekacauan pemerintahan itu, tak ada seorang pun yang berani menuduh Guo Zyi.


Kalau kau membuka pintu hatimu, Bilah Rumput, kau bisa mengungguli kekuatan jahat yang menyebarkan fitnah dan kebohongan. Kekuatan besar ini bisa kau peroleh sendiri, tanpa butuh keajaiban atau bantuan dari Surga.

Sebuah pepatah Cina kuno mengatakan:
--Dia yang bergerak menuju cahaya tidak membutuhkan kerlip dupa.

(Mutiara Kebijakan Timur oleh C.F. Wong, bagian 126) -hal. 231 - 233


Membaca ini, gw jadi teringat ama temen2 yang kadang suka berahasia-rahasia, tidak bercerita jujur apa adanya, tidak membuka pintu hati, yang akhirnya menciptakan gosip-kabar burung-berita simpang siur yang bikin siwer pendengarnya, karena ga tau lagi mana yang bener dan mana yang salah. Sebagai Nyi Tolombong, kadang-kadang gw (beruntung?) mendapatkan cerita dari berbagai sisi sehingga bisa menguraikan gosip kusut. Yang tentu saja diuraikan dengan cara yang sangat subyektif dari pihak gw yaaa... haha.

Tapi, terus jadi mikir sendiri, selama ini apakah gw sudah membuka pintu hati gw lebar-lebar, selebar pintu rumah pejabat Guo Zyi yang akhirnya membuat dia terhindar dari fitnah dan kebohongan?

Eh, di luar kontemplasi gw atas bagian ini, secara keseluruhan buku Detektif Feng Shui (yang ini dan 2 buku sebelumnya) adalah buku yang menyenangkan. Gw yang selama ini memandang feng shui dengan sebelah mata dan menganggap kalo feng shui itu cuma ajaran mistik orang-orang tua (Cina) jadi lebih ngerti apa filosofi dasar di balik seluruh tetek bengek feng shui yang ribet itu. Ditambah lagi, walopun metode yang dipakai adalah feng shui, buku ini tetep buku detektif, yang ada masalah pencurian, pembunuhan, dan masalah-masalah lain yang harus dipecahkan. Oh, how i love detective stories!

Buku #7 2011: Detektif Feng Shui

Sebetulnya ini adalah kali kesekian gw membaca buku ini. Tapi, karena gw membaca lagi dari awal ampe akhir, ga lompat2, maka gw anggap buku ini cukup layak untuk masuk ke daftar buku yang gw baca di tahun 2011 ini.

Detektif Feng Shui bercerita tentang Mr. Wong, seorang pakar feng shui asal Cina yang tinggal di Singapura. Dia jago sekali menggambar diagram Lo shu, melihat aliran energi negatif dan memberikan solusi agar chi mengalir dengan lancar di suatu tempat. Pokoknya sebagai pakar Feng Shui dia ini cukup mumpuni lah. Tapi, berhubung dia dari Cina, maka dia lebih jago ngomong bahasa Cina (dia bisa Mandarin, Hokkian, Kanton, Putonghoa, dan Hakka) ketimbang ngomong bahasa Inggris. Nah, lalu Mr. Wong ini mendapat asisten baru, cewek gaul dari Inggris umur 18 tahun, yang namanya Joyce McQueeny. Oya, Mr. Wong sendiri udah umur 50 tahun. Jadi, selain faktor bahasa, ada gap yang lumayan besar karena umur, ras dan perbedaan generasi antara Mr. Wong dan Joyce. Mereka sering banget ga nyambung, terutama pas lagi ngomong dan MAKAN! Ya iya lah, Joyce doyan Starbuck, Mr. Wong doyan dimsum kaki lima, mana nyambung.

Perbedaan2 antara Joyce dan Mr. Wong ini diolah dengan cerdik oleh Nury Vittachi, sang pengarang buku. Walaupun kadang jadi sumber pertengkaran, tapi sering kali perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh Mr. Wong dan Joyce jadi sumber penyelesaian masalah2 yang mereka hadapi. Dan juga jadi sumber kelucuan. Baca buku ini membuat gw sering mesam mesem atau malah ngakak sendiri. Walaupun sama2 buku detektif, tapi buku ini ga seserius serial Hercule Poirot-nya Agatha Christie atau Sherlock Holmes-nya Sir Arthur Conan Doyle.

Sebelum baca buku ini, terus terang gw cenderung menganggap remeh Feng Shui. Dulu buat gw, Feng Shui itu cuma takhayul orang Cina kuno soal tata letak rumah. Ternyata Feng Shui itu berhubungan sekali dengan Chi atau aliran energi atau, kalo di yoga, disebut Prana. Nah, kalau soal Chi ini, gw agak agak ngerti. Seenggaknya gw ngerti bahwa energi itu harus seimbang. Dan penerapan Feng Shui yang dibuku ini selalu dikaitkan dengan aliran Chi yang seimbang itu tadi. Makanya gw jadi lebih ngerti soal Feng Shui. Tapi, kalo lagi denger pakar2 Feng Shui talkshow di mal2 sih tetep aja ngerasa "doh!" gitu. Hahaha....

Oh, kalo pengen tahu lebih lanjut soal Chi, silahkan buka http://en.wikipedia.org/wiki/Ch'i
Trus kalo pengen tahu lebih lanjut soal Feng Shui, silahkan buka http://en.wikipedia.org/wiki/Feng_shui
Kalo pengen tahu lebih lanjut soal buku Detektif Feng Shui sih silahkan baca bukunyaaa... hehehe...

Buku #4 2011: The Bonesetter's Daughter

The Bonesetter's Daughter ini adalah salah satu buku karya Amy Tan. Dulu, pas masih ngekos di Jatinangor, gw pernah nyewa novelnya Amy Tan. Pertama, yang judulnya The Joy Luck Club, trus lanjut ke The Kitchen's God Wife. The Joy Luck Club gw pilih karena judulnya tampak sangat menarik. Dan setelah baca, gw cukup suka. *Tapi sekarang udah lupa ceritanya tentang apa* Lalu, karena cukup suka, maka gw lanjutin baca The Kitchen's God Wife. Baca dua novel Asia berturut2 menyebabkan gw merasa "Ugh!". "Ugh"-nya ini karena dua novel itu pada intinya bercerita tentang cewek keturunan Cina yang hidup di jaman modern tapi terus menerus berbenturan dengan tradisi, kepercayaan, bahkan mitos2 lama yang diterapkan oleh orang tuanya (biasanya sih ama ibunya. eh, selalu ama ibunya, ding.).

Gw sendiri bukan keturunan Cina, jadi pas baca The Joy Luck Club gw merasa mendapat secuil pengetahuan baru tentang tradisi, kepercayaan, dan mitos2 orang Cina. Gw rasa itulah yang menyebabkan gw langsung lanjut nyewa The Kitchen's God Wife. Tapi, beres baca The Kitchen's God Wife, gw kok jadi merasa Amy Tan ini ngulang2 ya. Maksud gw dia ini topiknya selalu berkisar pada anak perempuan yang merasa terkekang dengan ibunya, tapi ga berani ngelawan karena takut dosa dan karma, trus menghadapi kekangan dan ketakutannya, lalu berdamai dengan ibunya.


Hummm....

Gw adalah orang yang lahir di keluarga yang banyak banget ceweknya. Walaupun Jawa itu menganut budaya patrilinial, tapi di keluarga gw perempuan2nya tampak lebih 'bersuara'. Termasuk dalam urusan menurunkan budaya, ini harus dilakukan seperti ini, itu harus dikerjain seperti itu, de-el-el, de-es-be. Jadi, baca buku2nya Amy Tan itu seperti mengulang kisah hidup gw atau sodara2 gw sendiri. Cuma, resenya di buku Amy Tan si anak perempuan berhasil berdamai dengan ibunya dan berdamai dengan dirinya. Di kehidupan nyata gw... well, anggap aja lah cerita gw masih ada di bab-bab pertengahan, masih belum tau endingnya begimana. Begitulah, buku2 Amy Tan selalu membuat gw teringat pada kejadian2 nyata yang terjadi di hidup gw dan hidup orang2 sekitar gw. Sementara, gw baca buku itu untuk refreshing, untuk lepas sejenak dari hidup gw sendiri. Jadinya, agak2 sebel gitu deh.


Nah, setelah bertahun2 kemudian dari sejak gw membaca The Kitchen's God Wife, gw akhirnya 'memberanikan' diri untuk membaca lagi buku Amy Tan yang lain, The Bonesetter's Daughter. Di sini, Amy Tan tetep masih di topik ibu-anak perempuan, tapi di sini lebih banyak cerita romansanya. Terutama romansa si ibu ples semua kenakalan dan pemberontakan yang dilakukan si ibu. Nah, ini adalah sesuatu yang lain, karena biasanya tokoh ibu digambarkan sebagai tokoh yang agak kaku. Jadi, untuk buku yang satu ini, gw lumayan suka. Tapiiii.... kalo ditanya apakah gw mau membaca buku Amy Tan lagi? Maka, gw akan menjawab tidak. Tidak dalam waktu dekat. I'll stick to detective and young adult story aja. :D

Tuesday, March 08, 2011

Ketika Rumput Berwarna Biru

Ini adalah tulisan untuk RLWC sabtu kemaren, yang bertema [kurang lebih] Envy & Absurd. Dengan penjelasan "bagaimana kalo suatu kali rumput iri dengan langit yang berwarna biru dan sebaliknya, lalu mereka bertukar warna." Gara2 penjelasan ini, maka gw memilih judul di atas, yang sama sekali ga ada di dalam cerita gw. Yah, ga usah bingung ama judul lah. Nikmati aja tulisan gw ya. Oya, semua komen akan ditampung dengan lapang dada, kecuali komen yang ngajak perang. *apa siiiy?*

"Serumpun rumput kecil sedang kepanasan dan mulai merasa bahwa ujung-ujung bilahnya mulai mengerut. 'Kejam sekali sih matahari hari ini. Kalau begini terus, besok tubuhku pasti sudah jadi coklat semua,' keluh rumput kecil. 'Oh, coba aku bisa seperti matahari, bisa bersinar kuat dan membuat rumput-rumput kekeringan.' Tiba-tiba BUM! rumput kecil berubah menjadi matahari. Dengan bersemangat dia memancarkan sinarnya kuat-kuat. Rumput kecil yang kini jadi matahari merasa sangat senang. Di kala sedang asik mengamati rumput-rumput yang kepanasan, dia tidak menyadari bahwa awan-awan kecil berkumpul di bawahnya. Awan-awan itu menyatu dan menjadi awan yang gelap dan tebal. Saking tebalnya sinar matahari jadi tidak bisa lagi menembus. Sang rumput kecil yang kini menjadi matahari merasa bahwa kekuatannya kalah dengan awan. Dia iri dengan awan dan ingin menjadi awan saja. BUM! Keinginannya terkabul lagi. Rumput kecil kini menjadi awan dan dengan bersemangat dia membuat dirinya makin tebal untuk menghalangi sinar matahari. Karena semakin tebal, awan akhirnya berubah menjadi hujan. Badannya makin lama makin menyusut hingga menjadi awan putih yang kecil. Rumput kecil yang kini menjadi awan merasa kecewa sekali. Tidak hanya dia tidak berhasil menghalangi sinar matahari, dia juga bisa diterbangkan dengan seenaknya oleh angin."

"Dan BUM! rumput kecil yang jadi awan sekarang berubah menjadi angin ya?" sela Husni. "Lu ngapain cerita ini sih? Bikin nggak enak ati aja."

"Habis dari tadi kita diem-dieman sih. Udah capek-capek gue nyariin lu dari satu channel ke channel yang lain, begitu ketemu malah diem-dieman. Kan gw cuma mau ngidupin suasana aja." kilah Budi.

"Ngidupin suasana sih ga gitu caranya. Cerita lu itu bukannya bikin suasana jadi hidup malah bikin pusing, tau ga." sembur Husni dengan galak.

"Kenapa?"

"Pake tanya kenapa lagi! Si rumput kecil itu sih enak, begitu pengen jadi ini, BUM! dia berubah. Pengen jadi itu, BUM! dia berubah lagi. Lha kita?"

Budi menatap mata Husni. Dia mengamati seluruh tubuh Husni dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pandangannya terus beralih ke tubuhnya sendiri. Dia mengangkat tangannya sampai ke depan muka. Dia menggerak-gerakkan jari-jarinya yang tertutup sarung tangan spandex*. Hampir seluruh tubuhnya kini tertutup spandex. Budi menghembuskan napas, dia mengerti maksud Husni.

Entah apa yang terjadi minggu lalu itu, baik Budi maupun Husni tidak mengerti. Saat sedang memencet-mencet remote control TV dengan asal, Budi dan Husni tersedot masuk ke dalam TV. Hal itu terjadi ketika mereka sedang meributkan tokoh pahlawan idaman mereka. Budi yang otaku membela Ultraman, sedangkan Husni membela Spiderman.

Husni mengerti maksud helaan napas Budi. Dia ikut-ikutan menghela napas dan mengatur lagi suasana hatinya.

"Trus, gimana tadi lanjutan cerita si rumput kecil?" tanya Husni.

"Nggak ah. Lupain aja. Bener kata lu tadi, bikin ga enak ati." jawab Budi.

Dalam balutan spandex masing-masing mereka duduk di pinggir atap dan memandang matahari terbenam.